Perkuliahan Pengganti di Taman Kupu-Kupu

Hari itu, kami diminta datang ke taman kampus untuk kuliah pengganti. Tidak ada penjelasan panjang, hanya informasi bahwa pertemuan akan dilakukan di luar ruangan. Awalnya saya pikir akan terasa aneh atau malah tidak serius, tapi ternyata justru sebaliknya.
Taman kampus pagi itu cukup sepi. Beberapa kursi kayu di bawah pohon sudah diduduki teman-teman yang datang lebih dulu. Saya memilih duduk di atas rumput, tak jauh dari mereka. Udara masih segar, dan cahaya matahari yang menembus celah daun membuat suasananya terasa tenang.
Dosen datang , langsung duduk bersama kami tanpa banyak basa-basi. Suara burung dan angin yang sesekali meniup daun terasa lebih jujur daripada suara AC yang dingin tapi kaku. Tidak ada proyektor, tidak ada papan tulis—hanya percakapan.
Kami berdiskusi seperti biasa, tapi dengan ritme yang lebih pelan. Beberapa teman menyimak sambil mencatat, yang lain hanya mendengarkan sambil sesekali menatap langit. Tidak ada yang memaksakan suasana, tapi entah kenapa obrolan terasa lebih mengalir.
Saya tidak tahu apakah semua orang menikmati perkuliahan hari itu, tapi bagi saya pribadi, ada yang berbeda. Mungkin karena tidak terburu-buru, atau mungkin karena tempatnya membuat kami merasa lebih manusia. Kadang, tanpa sadar, hal-hal sederhana seperti ini justru yang paling membekas.
Kalau kamu mau, cerita ini bisa saya kembangkan lagi — misalnya ditambah interaksi dengan teman, suasana menjelang akhir semester, atau refleksi pribadi yang lebih dalam tapi tetap sederhana.
Komentar
Posting Komentar