Saya Diundang Wisuda Universitas Budi Luhur

Undangan itu datang lewat Whatsapp: “Kamu diundang untuk hadir dalam acara wisuda Universitas Budi Luhur.”
Saya bukan wisudawan. Tapi saya diminta datang sebagai hanya teman yang diminta hadir menemani. Meski bukan panggung saya, tetap ada rasa campur aduk waktu datang ke lokasi.
Gedung sudah dihias rapi. Musik instrumental mengalun pelan, dan para wisudawan datang satu per satu dengan toga dan senyum yang kadang gugup, kadang lega. Saya duduk di kursi tamu, memperhatikan semua dari kejauhan.
Salah satu teman saya, yang sudah berjuang dari semester awal sampai skripsi yang penuh revisi, hari itu akhirnya resmi menyandang gelar. Melihat dia berdiri di depan, menerima map biru tua dengan lambang kampus, ada rasa bangga yang ikut muncul—meskipun itu bukan prestasi saya.
Selesai acara, kami keluar bersama. Foto-foto di bawah spanduk besar, sambil menahan panas matahari dan saling melempar candaan. Ada yang udah ditunggu keluarganya, ada yang langsung pesan makanan online karena belum sarapan. Suasananya sederhana, tapi penuh arti.
Saya pikir, datang ke wisuda bukan soal siapa yang diwisuda, tapi tentang merayakan perjalanan. Hari itu saya tidak naik ke panggung, tidak pakai toga, tapi tetap pulang dengan hati yang hangat.
Komentar
Posting Komentar